PADANG, – Pernyataan Gubernur Mahyeldi tentang meminta manajemen Bank Nagari mundur jika tak berkomitmen mewujudkan konversi ke syariah dinilai tidak layak disampaikan dan tak layak dilakukan. Pernyataan tersebut menurut Anggota Komisi III DPRD Sumbar sekaligus Ketua Fraksi Gerindra, Hidayat sebagai gertak sambal yang tak elok dilakukan oleh seorang pimpinan daerah sekelas gubernur.
“Pernyataan Gubernur meminta manajemen Bank Nagari mundur jika tak komit konversi ke syariah merupakan bentuk arogansi kekuasaan. Gubernur jangan main gertak seperti itu. Masa Gubernur main gertak?” Ujar Hidayat, Selasa (8/3).
Selain itu Hidayat menilai seharusnya sebagai pemimpim Sumatera Barat yang menjadi pemegang saham terbesar, gubernur bisa lebih bijak dan mengambil jalan yang lebih profesional, lakukan dengan baik di rapat umum pemegang saham (RUPS).
“Pernyataan gertak seperti itu jika dibaca atau didengar masyarakat tentu berpotensi menganggu kepercayaan nasabah pada Bank Nagari. Ini berdampak buruk untuk kinerja perbankan yang sangat bergantung pada kepercayaan nasabah, ” ujarnya.
Hidayat menilai seharusnya gubernur mencari terlebih dahulu informasi yang lebih lengkap, valid dan jelas tentang apakah memang benar manajemen Bank Nagari tidak melaksanakan upaya-upaya pemenuhan persyaratan menunju konversi syariah.
Dia mengatakan dalam rapat kerja antara Komisi III DPRD bersama Direksi dan Komisaris Bank Nagari l, terbukti manajemen telah berusaha memenuhi persyaratan.
“Sesuai laporan dan data yang disampaikan saat rapat kerja dengan Komisi III, kami melihat upaya pemenuhan syarat ke konversi terus dilaksanakan. Namun memang ada kendala, seperti teknis minta persetujuan setiap nasabah yang disyaratkan OJK. Salah satunya syarat untuk mengetahui sikap masing-masing nasabah apakah tetap setia jadi nasabah Bank Nagari jika Bank Nagari berubah total ke sistem syariah, ” ujarnya.
Untuk memenuhi syarat ini, tambah Hidayat, teknisnya tidak bisa secara langsung karena adanya kebijakan pembatasan interaksi terkait pandemi Covid-19. Alhasil pemenuhan syarat ini tak sesuai target waktu.
Hidayat berpandangan pernyataan Gubernur tersebut seakan menandakan besarnya ambisi politik gubernur untuk menguasai Bank Nagari, BUMD dengan kinerja keuangan yang terus membaik serta perolehan laba yang terus meningkat tersebut.
“Tahun 2021 labanya kurang lebih Rp400 miliar. Sehingga deviden yang akan disetorkan ke kas daerah Pemrov juga meningkat menjadi sekitar Rp90 miliar kurang lebih, ” jelas Hidayat.
Hidayat menegaskan, bukan berarti dirinya, atau Komisi III tidak mendukung konsep syariah. Namun kajian-kajian keuangan dan rasio-rasio resiko tentu menjadi basis dalam mengambil kebijakan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memastikan jangan sampai konversi ke syariah justru menurunkan kinerja Bank Nagari.
“Pertanyaannya kenapa tidak dibuka atau membesarkan Unit Usaha Syariah (UUS) misalnya, atau mendorong UUS ini menjadi Bank Umum Syriah Bank Nagari, ” katanya.
Hidayat mempertanyakan kenapa Gubernur tidak mau mengeluarkan peluh untuk membesarkan Unit Usaha Syariah Bank Nagari yang sudah ada ini.
“Jangan BUMD yang sudah baik ini direcoki. apalagi bila hanya didasari oleh kemauan atau ambisi politik. Ini tentu beresiko besar terhadap Bank Nagari yang merupakan entitas bisnis keuangan yang sangat sensnitif terhadap kepercayaan nasabah. Jika nanti Bank Nagari anjlok kinerjanya apakah Gubernur bersedia bertanggungjawab?” tanya Hidayat.
Menurut Hidayat, terkait konversi bank nagari menjadi syariah ini ada pertanyaan penting yang belum terjawab, yakni Konversi dilakukan karena daerah atau justru sekedar keinginan Gubernur saja untuk menguasai BUMD tersebut.
Selain itu Hidayat menilai gubernur lupa dan gagal prioritas dalam mensyariahkan peradaban perekonomian rakyat Sumbar.
“Menurut saya, mestinya yang diprioritaskan dulu adalah mensyariahkan peradaban, ” ucapnya.
Menurut dia, saat ini masih banyak pelaku usaha super mikro dan mikro di Sumbar yang mendapatkan sumber pembiayaan usaha dari rentenir sangat mencekik.
“Hal ini tak digubris Gubernur. Saya tidak terdengar itu bagaimana kebijakan Gubernur, minimal untuk mengurangi ketergantungan dengan rentenir. Justru sebaliknya, Peraturan Gubernur tentang program subsidi bunga terhadap pelaku usaha super mikro belum juga ditandatangani Gubernur, ” ujar Hidayat.
Program subsidi bunga tersebut, jelas Hidayat merupakan program yang digagas oleh DPRD Sumbar. Ketua DPRD dan pimpinan Komisi III beserta anggota saat itu menginisiasi program ini dan sudah menjadi kesepakatan antara DPRD, Pemrov dan Bank Nagari. Program tersebut bernama program simamak.
“Namun, keputusan mengoperasionalkannya ada di tangan Gubernur melalui pembentukan Pergub. Pergubnya belum keluar, padahal sudah sejak awal awal tahun 2021, bahkan juga sudah dialokasikan anggaran APBD lebih kurang Rp3 miliar untuk disalurkan pada puluhan ribu calon calon debitur pelaku usaha super mikro. Tapi ini tak nisa dilakukan, gubernur sejak tahun 2021 sampai sekarang belum tandatangani pergubnya. Padahal program ini melindungi masyarakat dari rentenir, dari riba mencekik, ” ujarnya. (**)